syarat-syarat shalat:
1. Sudah masuk waktu shalat
2. Suci dari hadats
3. Suci pakaian, badan, dan tempat shalat dari najis
4. Menutup aurat
5. Menghadap kiblat
6. Niat
Termasuk salah satu sahnya sholat adalah menutup aurat.
Allah ta’ala berfirman:
يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
“Wahai anak Adam kenakanlah perhiasan kalian ( pakaian yang menutup aurat )setiap kali menuju masjid.” (Al-A’raf: 31)
Ayat diatas merupakan perintah mengenakan pakaian yang menutup aurat ketika beribadah kepada Allah. Dan larangan untuk mengumbar aurat ketika melakukan ibadah kepada Allah.
Karena sebab turunya ayat ini berkaitan tentang hal itu. Dan ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat ibnu abbas radhiyaullahu ‘anhu. Beliau menerangkan:
Bahwasannyab dahulu di masa jahiliah, wanita biasa thawaf di Ka’bah dalam keadaan tanpa busana. Yang tertutupi hanyalah bagian kemaluannya. Ia thawaf seraya bersyair:
Pada hari ini tampak tubuhku sebagiannya atau pun seluruhnya
Maka apa yang nampak darinya tidaklah aku halalkan.
Lalu turunlah ayat di atas.” (HR. Muslim no. 7467)
Dan kalimatb Zinatukum ( perhiasan kalian ) didalam ayat ini ( al a’raf : 31 ) diartikan oleh para ulama sebagai pakaian penutup aurat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, “(Perintah Allah ta’ala dalam ayat di atas adalah) perintah untuk mengenakan zinah setiap kali ke masjid, yang dinamakan oleh para fuqaha: bab Sitrul ‘Aurah fish Shalah (bab Menutup aurat dalam shalat).” (Hijabul Mar`ah wa Libasuha fish Shalah hal. 14)
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullah didalam tafsirnya terhadap firman Allah ta’ala di atas menyatakan, “Yang dimaksud dengan zinah adalah pakaian. Mujahid berkata, ‘(Zinah adalah) apa yang menutupi auratmu walaupun berupa ‘aba’ah.’ Al-Kalbi berkata, ‘Zinah adalah apa yang menutupi aurat setiap kali ke masjid untuk thawaf dan shalat’.” (Ma’alimut Tanzil, 2/157)
Batasan – batasan Aurat yang di syariatkan dalam sholat:
1.wanita
Firman Allah Ta’ala,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 31).
Ibnu Qasim Al Ghozzi berkata, “Aurat wanita merdeka di dalam shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan, termasuk dalam telapak tangan adalah bagian punggung dan dalam telapak tangan. Adapun aurat wanita merdeka di luar shalat adalah seluruh tubuhnya. Ketika sendirian aurat wanita adalah sebagaimana pria -yaitu antara pusar dan lutut-.” (Fathul Qorib, 1: 116).
Asy Syarbini berkata, “Aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Termasuk telapak tangan adalah bagian punggung dan dalam telapak tangan, dari ujung jari hingga pergelangan tangan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 31).
Yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan, inilah tafsiran dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Aisyah.” (Mughnil Muhtaj, 1: 286).
2.laki-laki
Batasan aurat lelaki adalah dari pusar hingga lutut. Berdasarkan hadits:
أسفلِ السُّرَّةِ وفوقَ الركبتينِ من العورةِ
“Yang dibawah pusar dan di atas kedua lutut adalah aurat” (HR. Al Baihaqi, 3362, Ad Daruquthni 1/231, dan yang lainnya).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
فإن عورة الرجل ما بين السرة والركبة في الصلاة وخارجها لكن يزاد على ذلك في الصلاة أن يستر عاتقيه أو أحدهما برداء ونحوه مع القدرة على ذلك، ولا يجوز للمؤمن في الصلاة أن يبدي شيئاً مما بين السرة والركبة، هذا هو الذي عليه جمهور أهل العلم وهو الصواب، وذهب بعض أهل العلم إلى أن الفخذ ليس بعورة ولكنه قول مرجوح
“Aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun di dalam shalat ditambah dengan menutup kedua pundaknya atau salah satunya dengan rida atau semisalnya selama masih mampu. Dan tidak boleh bagi seorang Mukmin ketika shalat ia memperlihatkan bagian antara pusar hingga lututnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan ini adalah pendapat yang benar. Sebagian ulama berpendapat bahwa paha bukan termasuk aurat, namun ini adalah pendapat yang lemah”
(https://binbaz.org.sa/fatwas/17400).
Adapun dalil penguatnya diantarannya :
hadits dari Abu Darda radhiallahu’anhu, ia berkata:
كنت جالسا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ أقبل أبو بكر آخذا بطرف ثوبه حتى أبدى عن ركبته فقال النبي صلى الله عليه وسلم : أما صاحبكم فقد غامر
“Aku pernah duduk di sebelah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tiba-tiba datanglah Abu Bakar menghadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sambil menjinjing ujung pakaiannya hingga terlihat lututnya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Sesungguhnya teman kalian ini sedang gundah’….” (HR. Bukhari no. 3661).
Juga disebutkan dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu ia berkata:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان قاعداً في مكان فيه ماء قد انكشف عن ركبته أو ركبتيه فلما دخل عثمان غطاها
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah duduk di suatu tempat yang terdapat air dalam keadaan terbuka lututnya atau kedua lututnya. Ketika Utsman datang, beliau menutup lututnya” (HR. Al Bukhari no. 3695).
Akan tetapi sebagian ulama berpendapat jika pusar dan lutut tidak termasuk aurat.
aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut sedangkan pusar dan lutut tidak termasuk aurat. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah yang lebih tepat. Sebagaimana dikemukakan oleh Asy Syairozi, dalil pendukungnya adalah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aurat laki-laki adalah antara pusarnya hingga lututnya.” (Al Majmu’, 3: 120-121).
Waullahu alam bi showab.