Bismillah. Sahabat muslim yang dirahmati oleh Allah ‘azza wa jalla. Tentunnya kita ketahui bahwasannya yang namannya perlombaan sarat dengan unsur judi. Oleh karena itu didalam syariat kita perlombaan yang mengandung unsur judi dilarang.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).
bahkan sekedar ucapan mengajak berjudi sudah terkena dosa dan diperintahkan untuk menutupinya dengan bershodaqoh. Agar hilang dosa padanya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: وَاللَّاتِ وَالعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ
“ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan mengatakan ‘Demi Latta dan ‘Uzza, hendaklah dia berkata, ‘Lâ ilâha illa Allâh’. Dan barangsiapa berkata kepada kawannya, ‘Mari aku ajak kamu berjudi’, hendaklah dia bershadaqah!”. [ HR. Al-Bukhâri, no. 4860; Muslim, no. 1647 ]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Sesungguhnya kerusakan maisir (judi) lebih besar daripada kerusakan riba. Karena kerusakan maisir mencakup dua kerusakan: kerusakan (karena) memakan harta dengan cara haram dan kerusakan (karena) permainan yang haram. Karena perjudian itu menghalangi seseorang dari mengingat Allâh dan dari shalat, serta menimbulkan permusuhan dan kebencian. Oleh karena itu maisir (judi) diharamkan sebelum pengharaman riba”. [Majmû’ al-Fatâwâ, 32/337]
Maka oleh karena itu segala hal yang mengandung unsur judi hukumnya adalah haram didalam islam. Termasuk didalam perlombaan.
Akan tetapi apakah semua perlombaan itu judi…???
Maka tentunya kita harus melihat dan merincinnya terlebih dahulu karena Tidak semua lomba itu mengandung unsur judi
1.Yang pertama kali harus kita ketahui adalah makna dari judi itu sendiri.
Judi didalam bahasa Arab disebut maisir ( الْمَيْسِرُ) Sebagian Ulama’ menjelaskan bahwa maisir artinya taruhan.
Ibnu Hajar al-Makki rahimahullah berkata,
الْمَيْسِرُ: الْقِمَارُ بِأَيِّ نَوْعٍ كَانَ
Al-Maisir (judi) adalah taruhan dengan jenis apa saja
[Az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil Kabâ‘ir, 2/200] Al-Mahalli rahimahullah berkata:
صُورَةُ الْقِمَارِ الْمُحَرَّمِ التَّرَدُّدُ بَيْنَ أَنْ يَغْنَمَ وَأَنْ يَغْرَمَ
Bentuk taruhan yang diharamkan adalah adanya kemungkinan mendapatkan keberuntungan atau kerugian. [Al-Minhaj bi Hâsyiyah al-Qalyubi, 4/226]
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa perlombaan jika diikuti dengan sesuatu yang dipertaruhkan sehingga merugikan salah satu dari kedua belah pihak yang menjadi subjeck dari perlombaan itu maka ini termasuk judi.
2.Mengetahui makna perlombaan
Perlombaan didalam bahasa Arab di sebut musabaqah ( المسابقۃ).
Al Musabaqah diambil dari kata as sabqu yang secara bahasa artinya:
القُدْمةُ في الجَرْي وفي كل شيء
“Berusaha lebih dahulu dalam menjalani sesuatu atau dalam setiap hal” (Lisaanul Arab).
Adapun As sabqu maknanya secara bahasa adalah :
ما يجعل من المال رَهْناً على المُسابَقةِ
“Yang dipertaruhkan dalam perlombaan.” (Lisaanul ‘Arab).
Disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (2/155):
المسابقة: هي المجاراة بين حيوان وغيره، وكذا المسابقة بالسهام
“Musabaqah adalah mempersaingkan larinya hewan atau selainnya, demikian juga persaingan dalam keahlian memanah”.
Hukum asal perlombaan ( musabaqoh ) adalah halal bukan haram. Karena disebutkan didalam Kaidah fiqhiyyah:
الأصل في المعاملات الحِلُّ
“Hukum asal perkara muamalah adalah halal (boleh)”.
Rasullullah pernah melakukan musabaqoh ( lomba ) dengan istri tercinta beliau yaitu Aisyah.
Sebagaimana yang dikisahkan oleh Aisyah radhiallahu’anha. Ia berkata:
سَابَقَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقْتُهُ حَتَّى إِذَا رَهِقَنَا اللَّحْمُ سَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَقَالَ : هَذِهِ بِتِيكِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengajakku berlomba lari lalu aku mengalahkan beliau. Hingga suatu ketika ketika aku sudah lebih gemuk beliau mengajakku berlomba lari lalu beliau mengalahkanku. Beliau lalu berkata: ‘ini untuk membalas yang kekalahan dulu’” (QS. An Nasa-i no. 7708, Abu Daud no. 2257, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa’ [5/327]).
Maka dari keterangan hadits diatas dapat kita simpulkan bahqa semua lomba ( musabaqoh ) yang tidak diikuti iwadh (hadiah dari taruhan / perjanjianya ). Maka hal ini diperbolehkan.
Akan tetapi jika diikuti hadiah ( ada yang dipertaruhkan ) maka hukumnya haram. Kecuali pada dua keadaan.
1. Lomba tersebut adalah lomba -lomba yang disyariatkan didalam agama islam. Dan dianjurkan oleh rasullullah untuk dilombakan baik dengan hadiah atau tidak.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ
“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta” (HR. Tirmidzi no. 1700, Abu Daud no. 2574, Ibnu Hibban no. 4690, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Maka kita ketahui bahwa lomba yang diperbolehkan adalah lomba lomba yang mendukung jihad fiy sabilillah atau dakwah islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
السباق بالخيل والرمي بالنبل ونحوه من آلات الحرب مما أمر الله به ورسوله مما يعين على الجهاد في سبيل الله
“Perlombaan itu pada balap kuda, melempar, memanah dan semisalnya merupakan alat-alat untuk berperang yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membantu jihad fi sabilillah” (dinukil dari Al Mulakhas Al Fiqhi, 2/156).
Termasuk perlombaan menghafal al quran, tahsin dan tilawatil Qur’an, atau mengahafal hadits dan semisalnya.
Maka selain pada jenis yang disebutkan jika diikuti dengan hadiah maka hal demikian termasuk dari taruhan ( judi ) sebagaimana yang diterangkan pada hadits yang telah disebutkan.
2. Yang menyediakan hadiah adalah orang ketiga yang tidak mengikuti lomba.
Kita ketahui sahabat muslim yang dirahmati oleh Allah ta’ala bahwa yang namannya perlombaan tidak akan terlepas dari yang namannya hadiah.
Hadiah lomba berasal dari tiga keadaan:
1.hadiah dari satu pihak
2.hadiah dari dua pihak
3.hadiah dari pihak ke tiga
4.tanpa hadiah
Maka tentunya jika perlombaan itu diselenggarakan tanpa hadiah maka ini hukumnya halal pada semua jenis perlombaan.
Adapun jika diberikan oleh orang ketiga sebagai penyelenggara bukan peserta lomba maka hal demikian tidak mengapa dan tidak disebut sebagai taruhan atau judi.
Hal demikian sebagaimana Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (24/128):
أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنَ الإِْمَامِ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الرَّعِيَّةِ، وَهَذَا جَائِزٌ لاَ خِلاَفَ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ مِنْ مَالِهِ أَوْ مِنْ بَيْتِ الْمَال؛ لانَّ فِي ذَلِكَ مَصْلَحَةً وَحَثًّا عَلَى تَعَلُّمِ الْجِهَادِ وَنَفْعًا لِلْمُسْلِمِينَ
“Jika hadiah disediakan oleh pemerintah atau dari masyarakat (yang tidak ikut lomba), maka ini dibolehkan tanpa ada khilaf di dalamnya. Baik dari harta pribadi penguasa atau dari Baitul Mal. Karena di dalamnya terdapat maslahah berupa motivasi bagi masyarakat untuk mempelajari berbagai ketangkasan untuk berjihad dan juga bisa bermanfaat bagi kaum Muslimin”.
Akan tetapi tentunya ini hanya diperbolehkan pada jenis lomba – lomba yang diperbolehkan didalam syariat. Bukan untuk semua lomba.
Akan tetapi jika lomba tersebut hadiahnya diambil dari peserta sebagai bentuk taruhan dan bukan pada jenis lomba yang diperbolehkan didalam syariat maka tentunnya hukumnya haram. Dan ini termasuk judi dan taruhan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
لا يجوز الرهان إلا في مسائل ثلاث: في الخيل والإبل والمسابقة على الرمي، لقوله -صلى الله عليه وسلم-: “لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر”. هذا يجوز له المراهنة بالمال، يعني جعل مال لمن سبق بالرمي من أصاب الهدف أول، أو بالخيل أو بالإبل، من سبق يكون له كذا وكذا، هذا فعله النبي -صلى الله عليه وسلم- سابق بين الخيل وأعطى السبق
“Tidak diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda, balap unta dan memanah. Berdasarkan hadits Nabi shallallahu’alaihi wasallam: ‘Tidak boleh ada lomba, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta’. Untuk lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah.”
Beliau Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan:
أما المسابقة بالأقدام أو بالمطارحة أو ما أشبه ذلك، هذا ما يجوز هذا يسمى قمار, ما يجوز, وكذلك لو جعل –مثلاً- من أصاب رقم كذا أو كذا يعطى سيارة أو يعطى كذا أو يعطى كذا، على أن يقدم كل واحد عشرين ريال أو خمسين ريال أو مئة ريال يقيد عندهم فمن أصاب الرقم الفلاني أخذ السيارة أو أخذ شيء آخر من المال هذا من القمار ما يجوز هذا
“Adapun (taruhan pada) perlombaan balap jalan atau lemparan atau semisalnya (yang tidak diizinkan syariat) ini tidak diperbolehkan. Inilah yang disebut qimar. Tidak diperbolehkan. Demikian juga misalnya orang yang membayar 20 riyal atau 50 riyal atau 100 riyal lalu mendapat kupon dan nomor kupon tertentu akan mendapatkan mobil atau hadiah yang lain, ini adalah qimar (judi) dan tidak diperbolehkan”
(Sumber: https://binbaz.org.sa/old/28957).
Waullahu a’lam bishowab.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita untuk tetap berada didalam hidayahnya dan menambahkan kita ilmu yang bermanfaat dan pemahaman yang baik.
Penyusun materi : Ustadz. Khalil Gibran bin Hadi