Bismillah. Sahabat muslim yang dirahmati oleh Allah ‘azza wajalla. Tentunya kita sebagai manusia tidak akan pernah terlepas dari yang namannya kesalahan dan lupa.
Karena kata insan ( manusia ) diambil dari kata : نسي – ينسا ( nasia – yansa )yang Artinya pelupa. Hal ini juga seperti yang diterangkan didalam hadits :
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
فَجَحَدَ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَتُهُ وَنَسِيَ وَنَسِيَتْ ذُرِّيَتَهُ وَخَطَئَ فَخَطَئَتْ ذُرِّيَتُهُ
“Adam mengingkari, maka anak cucunya pun mengingkari. Adam dijadikan lupa, maka anak cucunya dijadikan lupa; dan Adam berbuat salah, maka anak cucunya berbuat salah.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan, hadits hasan shahih)
Dari sahabat anas bin malik berkata bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat” (HR Tirmidzi 2499 ).
Oleh karena itu Allah senantiasa memberikan udzur dan dispensasi bagi hamba-hambannya yang terjatuh kedalam kesalahan karena sebab lupa atau lalai.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ. حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَـا
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.”
( Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah (no. 2045), al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra (VII/356-357), ad-Dâraquthni (III/403), al-Hâkim (II/198), Ibnu Hibbân (no. 7175 –at-Ta’lîqâtul Hisân), al-‘Uqaili dalam adh-Dhu’afâ (IV/1298)
Lalu bagaiman jika penyakit lupa ini terjadi pada ibadah sholat. Kita lupa mengerjakan sholat Sedangkan sholat wajib yang di syariatkan kepada kita memiliki waktu-waktu yang telah ditetapkan sebagaimana yang di sebutkan didalam firman Allah ta’ala :
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allâh di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman [An-Nisâ’/4 : 103]
Maka jawabanya adalah kita tetap mengerjakan sholat yang kita tinggalkan karena sebab lupa ketika kita telang mengingatnya. Meskipun pada saat kita mengingatnya kita telah keluar dari waktu sholat tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Rasullullah shollaullahu alaihi wa sallam:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“barangsiapa yang lupa shalat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).
Begitu juga ketika dia tertidur atau pingsan atau hilang akal dan ingatan.maka dia menggantikan sholatnya ( mengqodho ) ketika dia ingat. Atau ingatannya kembali.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
من نام عن صلاة أو نسيها؛ فليصلها إذا ذكرها
“barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” HR. Al Bazzar 13/21, shahih).
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرَى
Apabila seseorang diantara kalian tertidur dari shalat atau lupa, hendaklah ia mengerjakannya saat dia teringat. Karena Allâh berfirman (yang artinya), “…Dan dirikanlanlah shalat untuk mengingat-Ku.” [Thâhâ/20:14]( Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 597) dan Muslim (no. 684). Ini lafazh Muslim).
Dan ini juga sebagaimana yang dijelaskan oleh ASy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan beliau berkata:
“orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).
Lalu bagaimana cara mengqodho sholat wajib yang tertinggal( keluar pada waktunya )…???
1. Dikerjakan dalam satu waktu secara bersamaan.
Misalkan seseorang belum sholat dzuhur, ashar, magrib sampai masuk waktu sholat isya. Maka dia qodho semua sholat yang dia tinggalkan pada saat dia ingat.
Bukan diqodho pada masing-masing waktu sholat yang tertinggal.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab pertanyaan ini:
يصليها جميعا لان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لما فاتته صلاة العصر في غزوة خندق قضىها قبل المغرب وهكذا يجب على كل انسان فاتته الصلوات ان يصليها جميعا و لا يأخرها
“dikerjakan semuanya sekaligus. karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib. Dan demikianlah yang semestinya dilakukan setiap orang yang terlewat shalatnya, yaitu mengerjakan semuanya sekaligus tanpa menundanya”
2. Mana yang lebih didahulukan menjaga tartib sholat atau mendhulukan sholat di awal waktu…?
Tentunya sahabat muslim pernah merasakan ketiduran sampai melupakan sholat isya dan mengingatnya ketika masuk waktu sholat shubuh. Maka manakah yang harus didahulukan…?, apakah mendahulukan Sholat shubuh diawal waktu atau sholat isya terlebih dahulu baru mengerjakan sholat shubuh agar menjaga tartib ( urutan )sholat…?
Maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat didalamnya:
1. Mengqodho Sholat dengan menjaga tartib. Hukumnya wajib dan menjadi syarat sahnya sholat
Yaitu menjaga Urutan dalam pelaksanaan dua shalat yang dijama’.
Dan para ulama yang berpendapat demikian diantrannya adalah:
mazhab Hanafiyah(lihat Fathul Qadîr, 2/172)
Mâlikiyah(lihat Bidâyatul Mujtahid, 1/219-220).
Hanâbilah(lihat Syarh Muntahal Irâdat 1/282)
Adapun dalil yang medukungnya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jâbir bin Abdillâh Radhiyallahu anhu mengatakan:
ثُمَّ أَذَّنَ، ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ، وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Kemudian dia mengumandangkan adzan, kemudian iqamah lalu shalat Zhuhur, kemudian iqamah lagi untuk shalat Ashar dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan shalat lainnya diantara keduanya. [HR. Muslim no. 147]
2. Urut dalam pelaksanaaan dua shalat yang dijama’ hukumnya sunnah, tidak wajib dan bukan syarat sah.
Sehingga apabila shalat yang kedua dilaksanakan terlebih dahulu baru shalat yang pertama, maka shalat yang dijama’ itu sah. Ini adalah pendapat para Ulama madzhab Syâfi’iyah.(lihat al-Majmû’ 4/374-376 dan Mughnil Muhtâj 1/272-273)
Mereka berpendapat tidak wajib urut dalam jamak ta’khîr, karena waktu saat jama’ itu dilaksanakan adalah waktu untuk shalat yang kedua, sehingga apabila shalat kedua itu dikerjakan terlebih dahulu berarti dia telah melaksanakan shalat itu pada waktunya.
Adapun penjelasan lebih rinci dalam hal.ini telah dijelaskan oleh imam malik. Ketika beliau ditanya tentang tata cara pelaksanaah mengqodho atau menjama’ sholat pada jama’ takhir.
1.keterangan Imam Malik bin Anas untuk orang yang lupa shalat subuh dan zuhur, kemudian baru ingat di akhir waktu zuhur. Beliau mengatakan,
يبدأ بالصبح وإن خرج وقت الظهر
“Dia mulai dengan shalat subuh (kemudian shalat zuhur), meskipun sudah keluar waktu zuhur.”
2.beliau ditanya: Orang yang lupa shalat zuhur dan ashar dan baru ingat di akhir waktu ashar atau ketika matahari hampir tenggelam dan hanya cukup melakukan sekali shalat.
Beliau menjawab:
يبدأ بالظهر وإن غابت الشمس ثم يصلي العصر
“Dia mulai shalat zuhur, meskipun matahari sudah tenggelam, kemudian shalat ashar.”
3.Imam Malik ditanya: Orang yang lupa maghrib dan isya, dan baru ingat ketika mendekati terbit fajar. Sementara dia tidak mampu shalat sebelum terbit fajar kecuali satu shalat?
Beliau menjawab,
يبدأ بالمغرب وإن طلع الفجر ثم العشاء ثم الصبح
“Dia shalat maghrib dulu, meskipun fajar sudah terbit, kemudian isya, kemudian subuh.”
4. Beliau ditanya: Orang yang lupa isya dan subuh, dan baru ingat menjelang terbit matahari, dan tidak ada kesempatan lagi kecuali satu shalat.
Beliau menjawab,
يبدأ بالعشاء وإن طلعت الشمس ثم يصلي الصبح بعد ذلك
“Dia shalat isya dulu, meskipun matahari terbit, kemudian setelah itu shalat subuh”
5. Beliau ditannya tentang seseorang yang lupa shalat subuh di satu hari tertentu atau di hari yang lain, kemudian baru ingat setelah shalat zuhur dan ashar. Imam Malik mengatakan,
يصلي الصبح ثم يعيد الظهر والعصر
“Shalat subuh, kemudian dia mengulangi lagi shalat zuhur dan ashar.”
6. Imam Malik mengatakan, “Orang yang lupa shalat subuh di satu hari tertentu kemudian dia baru ingat setelah matahari terbenam di hari itu, dan dia sudah shalat zuhur dan ashar maka dia tidak perlu mengulangi shalat zuhur dan asharnya, tapi langsung shalat subuh, kemudian shalat maghrib.
7. Imam Malik juga mengatakan:
وإن صلى المغرب والعشاء ثم ذكر صلاة نسيها قبل ذلك صلى التي نسي ثم أعاد المغرب والعشاء، والليل كله وقت لهما
Jika ada orang yang shalat maghrib dan isya, kemudian baru teringat tadi pagi ada shalat yang belum dikerjakan (misal: lupa subuh) maka dia mengulangi shalat yang tadi terlupakan, kemudian mengulangi shalat maghrib dan isya. Dan seluruh waktu malam bisa untuk shalat maghrib dan isya.
( Al-Mudawwanah, jilid I, Hal. 216, Cet. Darul Kutub ilmiyah, 1415 H).
Lalu bagaimana jika kita ingin mengqodho sholat yang terlewatkan atau terlupakan dengan menjaga tartib akan tetapi kita teringat atau ingin melaksanakannya ketika bersamaan imam sholat berjamaah…?
Maka boleh kita mengikuti imam sholat berjamaah dengan niat yang berbeda dengan niat sholat yang dikerjakan imam pada saat itu.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan Pada suatu hari saya masuk ke sebuah masjid dan saat itu sedang berlangsung jama’ah shalat Isya. Padahal saat itu saya belum shalat Maghrib. Apakah saya harus shalat Maghrib dahulu kemudian menyusul jama’ah Isya? Ataukah saya shalat Isya dahulu bersama jama’ah kemudian shalat Maghrib? Jawaban Dalam keadaan seperti ini anda harus ikut shalat bersama para jamaah yang sedang shalat Isya, tapi anda berniat shalat Maghrib. Ketika imam berdiri pada rakaat keempat, anda harus tetap duduk (attahiyat akhir) pada rakaat ketiga, sambil menunggu imam menyelesaikan rakaat terakhirnya. Ketika imam salam, barulah anda ikut salam bersama para jamaah. Perlu anda ketahui bahwa beda niat antara imam dan makmum adalah diperbolehkan, menurut pendapat yang lebih shahih dari sebagian ulama. Dalam contoh diatas, anda juga boleh salat Maghrib dahulu sendirian, kemudian setelah itu anda ikut shalat Isya besama para jama’ah. (Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,)
Waullahu a’lam bi showab. Semoga goresan tinta ini bisa memberikan kita manfaat bagi kita semua.
Penyusun materi : Ustadz. Khalil Gibran.